MASIH DALAM TAHAP RENOVASI / UNDER CONTRUCTION

Selasa, 12 Februari 2013

SBY dan Anas: Siapa Paling Butuh Siapa?


Jika diberi nilai dalam skala 1 - 10 maka Anas butuh SBY berada pada angka 5. Tapi, SBY butuh Anas ada pada angka 8. Jadi SBY lebih butuh Anas ketimbang Anas butuh SBY. Kok bisa? Mari kita bedah secara ringan.

Setidaknya, ada dua alasan utama mengapa Anas butuh SBY. Pertama,  sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat, Anas tidak bisa sebebas Ketum partai lainnya untuk menjalankan roda organisasi politik Partai Demokrat. Anas, suka atau tidak suka, harus sehati dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY. Anas tidak mungkin hanya mengandalkan dukungan DPD (Dewan Pimpinan Daerah) saja jika ingin nyaman dalam menjalankan amanah partai berlambang Mercy.

Langkah ini setidaknya sudah dilakukan Anas dengan dua cara yang praktis namun cukup memikat SBY dan keluarga. Pertama, Anas dengan senang hati mengandeng Ibas untuk menjadi timnya dalam mengelola partai. Kedua, Anas melakukan copy paste pola politik SBY, yakni tampil sebagai politikus yang santun dalam menghadapi rekan, pesaing, mitra politik, termasuk lawan-lawan politik yang secara verbal memang menunjukkan sikap oposisi.

Kedua langkah Anas ini sangat jitu untuk membuat SBY menjadi pendukung Anas dalam menjalankan roda organisasi. Posisi Anas sebagai kader non pendiri langsung terproteksi dari kader-kader yang merasa lebih senior dan lebih dekat serta lebih didukung oleh SBY. Kesediaan Anas meninggalkan kursi DPR untuk sepenuhnya mengelola Partai Demokrat semakin menjadi pelengkap dukungan yang dibutuhkan Anas dari SBY dan keluarga. Mengapa keluarga? Sudah menjadi rahasia umum jika SBY tidak bisa tampil solo dalam karir dan sepak terjang politiknya.

Kedua, Anas butuh SBY untuk memungkinkan lahirnya mekanisme partai dalam rekrutmen calon presiden dari Partai Demokrat. Meski begitu, Anas tidak terlalu butuh dukungan SBY untuk bisa menjadi pemenang di Pemilu 2014 jika Anas sudah lolos sebagai calon presiden dari Partai Demokrat baik melalui mekanisme survei, konvensi, atau melalui rapat dewan pembina serta hak istimewa Ketua Dewan Pembina.

Sebaliknya, SBY butuh Anas setidaknya lebih dari dua alasan utama. Pertama, sebagai presiden, dukungan dari Partai Demokrat menjadi hal mutlak yang diperlukannya. Akan menjadi sangat aneh manakala Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Anas tidak mendukung seluruh kebijakan pemerintah di bawah kepemimpinan SBY.

SBY tentu tidak senang juga manakala dukungan yang datang dari partai yang didirikannya tidak bersifat total. Sedikit saja Anas memberi sinyal negatif kepada kepemimpinan SBY, maka citra SBY akan jatuh.

Memang, SBY tidak seharusnya ragu dengan kekuatan pengaruhnya di partai miliknya sendiri. Namun, SBY bukan sosok yang mudah yakin dan dengan gampang membuang keraguannya atas sepak terjang partai. Inilah penyebab SBY menjadi butuh Anas.

Kedua, SBY butuh Anas untuk memungkinkannya menjadi presiden yang tidak diusik-usik lagi usai menunaikan tugasnya sebagai presiden. Contoh kasus Soeharto yang tidak mampu diproteksi secara politik oleh semua kekuatan pendukung utama Soeharto dulunya, setidaknya sangat mengganggu masa depan SBY dan karena itu, SBY butuh Anas untuk tampil sebagai Ketum yang menyayanginya, mengaguminya, dan bersedia menjadi pelindungnya sampai hari tua tanpa terganggu oleh berbagai macam tuduhan apalagi sampai ada yang mengusiknya kala sudah tiada.

Ketiga, untuk itu SBY butuh Anas agar memungkinkan generasi dan klan keluarganya juga terproteksi baik secara politik maupun keuangan manakala dirinya sudah tidak mampu melakukan tindakan-tindakan politik lagi. SBY tentu tidak mau menjadikan anggota keluarganya sebagaimana yang pernah dialami oleh anggota keluarga Soekarno dulunya.

Keempat, itulah mengapa SBY juga butuh Anas untuk menjadi anak ideologinya. SBY sadar bahwa anggota keluarganya belum ada yang bisa menjadi sosok seperti dirinya. Dan, jikapun ada SBY sulit untuk menjadi sosok politikus yang mau keluar dari citra politikus yang demokratis. Anak ideologi itu sudah tentu Anas. Selama ini hanya Anas yang bisa menjadi anak angkat ideologi made in Susilo, yaitu politikus yang tampil santun sekalipun di tengah terpaan badai politik.

Kelima, SBY butuh Anas untuk memastikan Partai Demokrat menjadi rumah masa depan para politikus yang santun, bersih, dan cerdas. Itulah cita-cita SBY saat mendirikan, merawat, dan mengantar Partai Demokrat menjadi partai yang mengalahkan partai-partai kuat lainnya. SBY tentu tidak rela manakala Partai Demokrat menjadi partai yang lemah, bangkrut, apalagi sampai kehilangan citra politik yang sudah dibangun dengan susah payah.

Sayangnya, posisi SBY by sama seperti Anas yang tidak bisa sebebas partai politik nasional lainnya. Posisi SBY juga tidak sama dengan Ketua Dewan Pembina di partai lainnya. Posisi SBY saat ini, lebih kurang sama dengan posisi Soeharto dulu di Golkar. Bedanya, jika dulu semua keinginan Soeharto bisa diterjemahkan dengan tegas oleh kaki tangan Soeharto, sekarang justru semua keinginan kaki tangan SBY terus mendesak lahirnya ketegasan SBY untuk bertindak.

Itulah yang membuat SBY sampai saat ini terus berada pada posisi pengamat untuk partainya sendiri. SBY, terus saja mengumpulkan hasil survei, bertanya kiri kanan dan akhirnya mengambil kesimpulan, selesai. Tidak ada tindakan konkrit yang bisa ditindaklanjuti oleh kaki tangannya untuk memastikan apa yang dikehendakinya terwujud sesegera mungkin.

Itulah yang membuat SBY sampai kini terus berada pada posisi bijak yang tetap bisa melihat cahaya di kegelapan. SBY terus saja mengeluarkan pernyataan yang menyenangkan semua pihak. Pihak yang merasa Anas harus segera melengserkan diri merasa sudah mendapat petunjuk dari SBY.

Sebaliknya, pihak yang mendukung Anas juga merasa SBY masih tetap mendukungnya karena ungkapan SBY sama persis dengan apa yang juga kerap disampaikan oleh Anas, yaitu santun terhadap teman dan juga santun terhadap lawan politiknya.

Bagi orang yang selama ini dekat dengan Anas dan kerap memperhatikan gaya politik Anas maka ungkapan SBY justru copy paste dari verbal dan nonverbal politik Anas, jauh sebelum Anas bergabung dengan Partai Demokrat.

Akhirnya, semua politikus Partai Demokrat menjadi tersandera dengan polemik yang berkepanjangan dan bagai telah menjadi drama politik yang tiada berkesudahan. Hampir setiap saat Partai Demokrat disebut, diulas, dan dipublikasikan oleh lawan-lawan politik.

Di satu sisi memang tampak sangat negatif bagi citra partai dan citra politikus partai. Namun, jika mengacu pada pengalaman politik di tanah air dari waktu ke waktu maka semua sentimen negatif yang ada dalam dunia politik nasional segera sirna pada saatnya karena politik Indonesia adalah politik amnesia.

Pada saatnya nanti, baru disadari, betapa drama politik yang kini terus menerus mengenai Partai Demokrat dan Anas Urbaninggrum telah menjadi iklan gratis yang bersifat hipnopolitik untuk menanam satu nama sebagai calon presiden yang sangat mungkin akan dipilih karena paling diingat, yaitu Anas Urbaninggrum. Tidak percaya?!


0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarmu Sobat, tapi jangan Kasar dan Menyinggung, Tidak Suka dengan Post dan Blog ini, Mohon Maafkan Sobat, Jangan di Caci-Maki yahh. Makasih,,,

Peringantan :
Website putramadura.com sangat tidak Menerima Komentar SPAM, SARA, PORNO

*Salam Blogging sobat* SALAM SETTONG DEREH. MADHURE ONGGU